Powered By Blogger

Kamis, 08 September 2011

Makalah ( Pemberian Hukuman Badan dalam Mendidik Anak )

BAB   I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Dalam hal mendisiplinkan anak, orang tua memegang peranan penting dalam hal ini, termasuk dalam hal memberi hukuman jika si anak melakukan kesalahan. Sebenarnya, ada banyak metode yang bisa dipakai untuk menumbuhkan kepatuhan dan kedisiplinan. Namun, jika semua metode tersebut sudah tidak mempan, hukuman badan bisa dijadikan jalan terakhir untuk menumbuhkan kedisiplinan dan kepatuhan.
Namun, hukuman badan jika terus diberikan akan berdampak pada fisik dan psikologis anak tersebut.

B.     Perumusan masalah
Masalah dalam makalah ini adalah cara mendidik bagaimanakah, yang harus diperhatikan orang tua.
Masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut  :
1.      Apa penyebab sehingga hukuman badan menjadi jalan terakhir untuk menumbuhkan kepatuhan ?
2.      Dampak – dampak apa saja yang akan dirasakan anak, jika terus diberi hukuman  badan ?
3.      Jika dilihat dari sudut pandang anak, bagaimana perasaan anak menyikapi sikap dan perilaku orang tua ?
4.      Jika hukuman badan tidak dapat dihindarkan, hukuman badan seperti apakah yang diperbolehkan ?


C.     Tujuan Pengamatan dan Pembuatan Makalah
Tujuan Pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui penyebab mengapa hukuman badan menjadi jalan terakhir untuk  menumbuhkan kepatuhan.
2.      Mengetahui dampak – dampak yang akan dirasakan anak jika terus diberi hukuman badan.
3.      Mengetahui perasaan anak menyikapi sikap dan perilaku orang tua.
4.      Mengetahui cara memberi hukuman badan yang tepat, jika sudah tidak dapat dihindarkan lagi.


BAB  II
PEMBAHASAN
Kini, hukuman badan justru sering digugat efektivitasnya oleh kalangan orang tua, para pendidik, maupun psikolog. Hukuman badan ada kalanya memang berdampak positif. Namun, terbuka pula peluang untuk melahirkan dampak negatif.
Secara filosof, orang tua merasa bertanggung jawab untuk mendisiplinkan dan menghukum anak demi kebaikan si anak sekarang dan kelak. Bahkan, secara tradisi onal pun, hukuman badan telah diterima sebagai salah satu metode yang sangat efektif untuk mengendalikan dan mendisiplinkan anak. Hal ini didukung oleh masyarakat yang percaya bahwa hukuman badan penting untuk mencegah degradasi moral, baik dalam kalangan rumah tangga maupun masyarakat.
Di sekolah, hukuman badan masih sering digunakan. Banyak pendidik atau guru berpendapat, ketakutan murid pada hukuman fisik akan menambah kekuatan atau kewibawaan guru. Dengan demikian sang murud akan lebih mudah dikendalikan. Namun, ini bukanlah satu- satunya cara untuk mengendalikan murid atau anak. Ada banyak metode yang bisa dipilih untuk menumbuhkan kepatuha atau kedisiplinan. Namun, jika semua metode tersebut sudah tidak mempan, hukuman badan bisa dijadikan jalan terakhir untuk menumbuhkan kepatuhan.
Terhadap hukuman yang diterima, si anak  akan memberikan reaksi aktif atau pasif. Reaksi aktif dapat dilihat saat hukuman berlangsung. Misalnya berteriak, mengentakan kaki dll. Sedangkan reaksi pasif pada umumnya tidak ditunjukan di depan orang tuanya. Contohnnya, menyalurkan kemarahan pada adik atau orang disekitanya.
Sebenarnya secara psikologis, manusia mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk berbuat baik atau buruk. Hukuman badan mungkin akan mendukung perbaikan perilaku buruk mereka. Jika digunakan secara cepat, hukuman badan akan menjadi cara paling tepat untuk menurunkan atau mengurangi kelakuan yang tidak bisa diterima.
Contohnya, setiap kali orang tua memberi hukuman badan bila anak tidak mau melakukan aktifitas tertentu seperti membuat PR atau tidak mau membuat altihan – latihan tertentu. Dalam kasusu ini, hukuman badan dapat merusak keinginan atau motovasi anak untuk mengerjakan aktifitas tersebut. Sehingga aktifitas berikutnya dilakukan karena paksaan atau rasa takut, bukan karena keinginan sendiri, dan dilaksanakan hanya untuk menghindari hukuman ( efek jera ).
Hukuman fisik merupakan suatu usaha untuk memaksakan kehendak. Walaupun tujuan utamanya untuk menegakkan kedisiplinan anak, tindakan ini dapat berakibat sebaliknya. Anak menjadi frustasi. Selanjutnya, anak akan merespon pada tujuan hukuman itu sendiri. Banyak anak merasa bahwa menerima hukuman badan itu terhindarkan, sehingga mereka menjadi resisten  ( bebal ) terhadap hukuman tersebut. Hukuman badan tidak membuat mereka melaksanakan suatu aktifitas dengan baik. Sebaliknya anak akan cendrung membiarkan diri dihukum daripada melakukannya.
Hukuman badan tidak akan mencegah atau menghentikan anak melakukan tindakan yang salah. Ganjaran fisik ini justru bisa berakibat buruk. Bahkan, dapat mendorong anak untuk meneruskan dan meningkatkan tingkah laku yang salah. Hukuman fisik ini dikhawatirkan malah mendorong anak untuk bertingkah laku agresif. Celakanya, orang tua sering kali malah bereaksi terhadap agresivitas ini dengan meningkatkan intensitas serta frekuensi hukuman badan. Tidak heran kalau anak kemudian malah meniru tingkah laku agresif orang tua atau orang dewasa yang menghukumnya. Di sini secara tidak langsung orang tua telah mengajarkan anak untuk berperilaku agresif.
Hukuman badan secara fisiologis dan psikologis memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang. Efek fisik jangka pendek misalnya luka memar, bengkak dll. Sedangkan dampak fisik jangka panjang misalnya cacat seumur hidup. Efek psikologis jangka pendek misalnya merasa marah, sakit hati, jengkel untuk sementara waktu. Dampak ini tentu lebih tentu lebih ringan dibandingkan dengan efek psikologis jangka panjang, seperti mersa dendam bertahun – tahun , bahkan represi atau amnesia, pikiran terbelah serta kekurangpekaan perasaan.
Hukuman yang muncul karena orang tua khawatir kehilangan ‘’ kewibawaan ‘’, bukan upaya untuk menunjukkan kasih sayang atau melatih anak agar disiplin pada aturan, akan menimbulkan reaksi negatif.
Bila hukuman dilakukan atau diberikan terlalu sering dan anak merasakan hal ini tidak dapat dihindarkan lagi, anak akan membentuk rasa ketidakberdayaan. Anak tidak belajar apapun dari hukuman tersebut, tetapi cendrung menerimanya tanpa mereka bersalah. Konsekuensinya, hukuman tidak mempunyai arti apa – apa lagi bagi mereka.



Rasa tidak berdaya ini dapat dikurangi dengan menggunakan hukuman yang variatif, tidak monoton.
Kondisi bertambah parah apabila anak mempunyai pandangan negative terhadap dirinya sehingga anak tidak dapat memisahkan antara perilaku dengan kepribadian mereka yang sebenarnya. Mereka lau menganggap dirinya memang bukan anak yang baik, tidak lagi memandang bahwa kelakuan mereka salah. Akibatnya, anak akan merasa rendah diri. Bila rasa rendah diri terbentuk, maka anak akan terus merasa diri mererka sebagai anak yang tidak baik. Akibatnya, mereka akan terus berprilaku buruk. Mereka pikir memang begitulah orang lain memandang dirinya. Dalam kasus ini, kemungkinan untuk memperbaiki keadaan itu sangat sulit.
Setiap kali menerima hukuman badan, memang anak akan jera untuk melakukan kesalahan yang sama. Namun setelah menerima hukuman, pada umumnya anak akan berusaha menarik perhatian orang tuanya untuk memperlihatkan penyesalan mereka atas perbuatan buruknya. Setelah situasi emosional berakhir, sering kali anak ingin berada dalam pelukan orang tua.
Sebenarnya ada berbagai cara untuk mendidik anak agar mereka menaati suatu aturan atau melaksanakan suatu aktifitas. Tidak perlu harus dengan hukuman badan. Jalan terbaik antara lain dengn memberikan teladan yang baik. Dengan demikian si anak akan mempelajari tentang apa  yang boleh dan tidak boleh mereka perbuat. Metode non hokum badan bentuk lain adalah metode ‘’ time out ‘’ dengan mengisolasi si anak dalam ruangan kurang nyaman baginya dan selama beberapa menit. Atau anak diminta mengerjakan sesuatu yang kurang menyenangkan baginya, misalnya membersihkan kamar mandi, menyapu, dilarang menonton TV seharian, dll. Namun hendaknya anak diberi peringatan sebelum hukuman dilaksanakan.
Jika hukuman badan tidak dapat dihindarkan , dibawah ini ada beberapa saran hukuman badan seperti apa yang patut dilakukan :
-          Memukul anak dengan menggunakan telapak tangan terbuka pada pantat, kaki atau tangan.
-          Hukuman diberikan cukup satu kali sehari.
-          Jangan memberikan hukuman badan pada anak yang berusia kurang dari satu tahun.
-          Sedapat mungkin hindari hukuman pada saat orang tua sedang dalam puncak emosi.
-          Hukuman diberikan singkat dan sungguh – sungguh, segera setelah kesalahan dilakukan.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Setelah membahas secara lebih mendalam tentang hukuman yang seringkali dirasakan anak, penulis dapat mengambil kesimpulan yaitu :
1.      Penyebab pemberian hukuman badan terhadap anak sebagai jalan terakhir dalam menumbuhkan kepatuhan yaitu ketika semua metode sudah tidak mempan lagi. Yang dimaksud metode yaitu metode – metode yang digunakan untuk menumbuhkan kepatuhan dan kedisiplinan.
2.      Dampak- dampak yang akan dirasakan anak jika terus diberi hukuman badan ada berbagai macam. Dalam jangka pendek anak akan merasakan luka memar, bengkak, rasa marah, sakit hati, jengkel untuk sementara waktu. Dalam jangka panjang misalnya cacat fisik, rasa dendam selama bertahun—tahun, depresi, amnesia, pikiran terbelah serta kekurangpekaan perasaan.
3.      Perasaan anak menyikapi sikap orang tua adalah si anak akan memberikan reaksi aktif dan pasif. Selain itu anak merasa akan tidak berdaya dan merasa rendah.
4.      Jika hukuman badan sudsh tidak dapat dihindarkan lagi, hukuman badab boleh diberikan kepada si anak, asalkan harus memperhatikan beberapa point di bawah ini :
-          Jika memukul anak, menggunakan telapak tangan terbuka pada pantat, kaki dan tangan.
-          Hukuman yang diberikan cukup satu kali.
-          Jangan memberikan hukuman badan pada anak dibawah usia 1 tahun.
-          Sedapat mungkin hindari hukuman pada saat orang tua sedang dalam puncak emosi.
-          Hukuman badan diberikan singkat segera kesalahan dilakukan.




B. Saran
Dalam mendidik anak, usahakanlah agar tidak menghukum anak tersebut tidak dalam  puncak emosi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar